Jumat, 16 November 2012

ZAMAN MEMANG SUDAH SALAH KAPRAH, YG SALAH DI SANJUNG-SANJUNG & YG BENAR DI TENGGELAMKAN...!!!

Melihat fenomena saat ini memang sangat menyedihkan, kenapa?
Karena sudah menjadi hal yang lumrah (baik di kalangan pemberitaan media, maupun juga fakta di sebagian kehidupan sehari-hari), kalau seseorang atau siapapun yang sudah atau telah melakukan keburukan (maksiat : Korupsikah, Perzinahankah, perselingkuhankah, pembunuhankan dan perbuatan maksiat yang lain) dan sudah tampak bukti-bukti nyata kalau yang bersangkutan benar telah melakukannya, akan tetapi selang beberapa waktu, orang yang seharusnya mendapatkan hukuman (jera) malah di puja-puja oleh sebagian kalangan masyarakat, sehingga seolah-olah dia begitu cepatnya menjadi bak seorang dewa, Orang yang hebat dan Terpuja....
Bagaimana, kalau menurut hukum Islam, kita ikut-ikutan memuja-mujanya ?
Tentu kita harus ingat, bahwa di dalam Al Qur'an Surah Ali Imran ayat : 104 yang berbunyi :

" ولتكن منكم أمة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون "

Di dalam Hadits nabi SAW. pun juga  telah di sinyalir tentang persoalan ini :

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع بلسانه وإن لم يستطع فبقلبه وذلك اضعف الأيمان  (رواه مسلم 

Dan masih ada lagi ayat-ayat Al Qur'an dan hadits-hadist lain yang bisa dijadikan referensi untuk mencegah supaya kita tidak ikut-ikutan memuja-muja orang-orang yang jelas menebarkan kemaksiatan.
Inilah fenomena yang terjadi di era Globalisasi katanya, Era Zaman dan Dunia seolah-olah sudah bosan di tempati oleh makhluk yang namanya manusia, karena sudah banyak sekali manusia yang seharusnya memelihara & menjaga kelestarian bumi yang ditempatinya, akan tetapi malah banyak yang memporak-porandakannya, menggunakan fasilitas tanah dan bumi seisinya dengan hal-hal yang jauh dari tujuan semula di ciptakannya manusia di bumi tertcinta ini. Banyak sekali di antara kita yang tadinya idealis, ingin menjadi orang yang hebat dan terhormat,begitu sudah di beri kekayaan dan harta yang melimpah lupa dengan temannya yang hidupnya sederhana, melupakan saudara & tetangganya yang miskin, tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yang seharusnya mendapatkan bantuan, bahkan NA'UUDZU BILLAH ada juga yang sampai melupakan keberadaan Orang tuanya sendiri.
Kemudian kita sebagai orang awam bagaimana menyikapinya dari semua itu, adalah yang terbaik bagi kita, apabila akan berbuat sesuatu harus tahu dulu dasar dan tujuan yang akan kita capai, apakah sudah sesuai dengan nurani dan Ajran yang dibawa oleh Rasulullah saw. atau tidak?  sehingga kita tidak menjadi orang yang asal ikut-ikut dalam menyikapi sesuatu. Karena kita walaupun bukan menjadi orang yang betul-betul memahami agama islam secara utuh, namun kita berusaha mendudukkan persoalan menurut proporsinya, tidak asal grubyak-grubyuk kemana arah angin dan arus zaman berjalan.
Wallahu a'lamu bis showab!!!




Sabtu, 11 Agustus 2012


HALAL BI HALAL

Halal bihalal adalah dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, yaitu salah satu tradisi “keagamaan” yang sudah terjadi dan berlangsung sekian lama dan menjadi budaya masyarakat Islam Indonesia, yang berkenaan dengan datangnya hari raya Aidul Fitri, (hari raya lebaran) dengan tujuan untuk mengharmoniskan hubungan antar sesama muslim.
Prof.Dr. M. Quraish Shihab, MA. mendefinisikan Halal bihalal adalah suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku, sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghadang terjalinnya keharmonisan hubungan.
Boleh jadi hubungan yang beku, kusut dan terbelenggu itu tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram, namun mungkin karena anda tidak lama berkunjung kepada seseorang, saudara anda, teman dekat anda atau tetangga kita sendiri. Atau boleh jadi karena ada sikap adil yang kita ambil ternyata mengakibatkan kekecewaan dan sakit hati terhadap orang lain, bisa jadi karena kesalahpahaman dari ucapan, sikap dan yang lainnya. Sehingga kesemuannya itu memang tidak haram menurut hukum, tetapi perlu diselesaikan dengan cara yang baik, agar yang beku bisa hangat kembali atau yang renggang bisa dieratkan kembali.
Halal bihalal walaupun tidak ada dasar secara pasti yang menganjurkan dan membolehkan di dalam Alqur’an maupun hadits, namun sebagian besar ulama kita sepakat, bahwa Halal bihalal adalah mempunyai nilai dan tujuan yang selaras dengan sunnah dan perintah agama Islam, yaitu menyelaraskan dan mengembalikan keharmonisan hubungan antar sesama muslim.                                   
Minimal ada 3 Nilai kebaikan yang terkandung dan tersirat didalam Halal bihalal diantaranya :
1.   Silaturrahim.
2.   Ampunan atau maaf yang diberikan oleh orang yang tersakiti kepada orang yang berbuat salah (menyakiti ) dan tersambung kembali tali yang putus (hubungan yang terputus) akibat kesalahan, jarak ataupun tempat dengan berlapang dadanya orang yang tersakiti.
3.   Adanya do’a yang dipanjatkan (minal ‘aaidien wal fa izien)
Yang pertama, Silaturrahim adalah salah satu ibadah (amaliyah) yang sangat dianjurkan di dalam islam, Rasulullah saw. sendiri sering dan banyak sekali mensinyalir dengan beberapa haditsnya tentang silaturrahim
Nabi saw. memberikan penegasan dalam salah satu haditsnya: 

 وعن عبد الله ابن عمروبن العاص رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ليس الوَاصِلُ بالمُكَافِئ, ولكِنِ الوَاصلُ الذي قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهاَ. رواه البخاري.           

“Tidak bersilaturrahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang terputus.” (HR. Bukhari).         

Kondisi hiruk pikuknya Jakarta, tingginya coast kehidupan dan untuk bertahan hidup yang kompetitif, membuat masyarakatnya sibuk dan asyik dengan pekerjaan kesehariannya, sehingga pertemuan antar keluarga dekat, tetangga, saudara, dan teman-teman dekat menjadi berjarak dan renggang. Oleh sebab itu sangat baik sekali apabila setahun sekali di hari raya idul fitri antara muslim satu dengan yang lain, saudara dan tetangga satu dengan yang lainnya menyempatkan diri untuk mengadakan pertemuan dalam acara silaturrahim, yaitu Halal bihalal.  
Dengan silaturrahim, yang sebelumnya mungkin hubungan itu ada kerenggangan, kebekuan, tetapi dalam suasana lebaran seseorang akan mudah untuk melekatkan kembali, dan menghangatkan kembali rasa kekeluargaan dan persaudaraan antar sesama muslim.
Lebih-lebih dalam silaturrahim juga ada hikmah besar yang terkandung di dalamnya, Nabi Muhammad saw. memberikan penjelasan dalam haditsnya :

عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من احَبَّ أنْ يُبْسَط له فى رزقه وأن ينسأ له فى أثره فليصل رحمه. أخرجه البخاري 

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizqinya, dan dipanjangkan umurnya dengang kebaikan, maka hendaknya ia sambung tali silaturrahim ( ia hubungkan tali kekerabatan). HR.Bukhari “

Kalau di daerah-daerah, seperti di jawa tengah dan juga jawa timur, mungkin juga sebagian di jawa barat ada Halal bihalal yang sudah terbiasa dari dulu, yaitu  dengan cara Unjung (kunjung) pada hari raya Fitri, seusai shalat Idul Fitri orang tua dan para ulama mengajarkan untuk bersilaturrahim ke tempat Orang-orang tua, Ulama, Ustadz-ustadz, Guru-guru, tetangga dan saudara-saudara muslim yang lainnya, sehingga suasana kekeluargaan dan persaudaraan umat Islam ini sangat tampak sekali.                                  
Ada sebagian masyarakat atau orang tertentu yang merasa bersalah terhadap saudaranya atau tetangganya, namun mereka enggan untuk menyampaikan permohonan maafnya pada saat itu juga kepada orang yang bersangkutan, untuk itu mereka memilih waktu yang tepat dan sesuai (menurut mereka) , yaitu di Hari Raya Idul Fitri berhalal bihalal dengan maksud mencairkan kembali hubungan yang telah membeku dan  kurang harmonis, supaya terjalin kembali hubungan yang erat dan bersaudara.                                                                                                                  
Terkadang kita itu sulit untuk memaafkan kesalahan atau kekhilafan orang yang telah berbuat sesuatu (kesalahan) terhadap diri kita, nafsu kita berdalih dalam benak : memangnya dia siapa? inilah perasaan yang muncul, dia kan anak baru kemarin ya harusnya dialah yang meminta maaf, saya kan mantan pejabat, saya kan termasuk keluarga darah biru, misalnya. Inilah penyakit hati yang masih saja ada di dalam hati sebagian masyarakat umat islam di negeri kiita. Apakah harus kita ikuti perasaan gengsi dan merasa tinggi itu ? saya kira tidak….                                                                                                                         
Dengan ini saya kira kita sebagai umat islam, harus berusaha untuk   cinta dan gemar dengan silaturrahim, karena silaturrahim ternyata mempunyai banyak sekali hikmah dan manfaat terhadap para pelakunya.   Sampai-sampai Rasulullah saw. juga mengingatkan kepada kita ummatnya  bagi orang yang enggan untuk bersilaturrahim (memutus tali silaturrahim), yaitu
عن ابي جبيربن مطعم رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لايدخلوا الجنة قاطع, قال سفيان في روايته : يعني قاطع رحم. "متفق عليه"
           Tidak akan masuk surga orang-orang yang memutus, yaitu memutus tali silaturrahim. HR. Muttafaqun ‘alaih.

Yang kedua adalah Adanya ampunan atau maaf yang diberikan oleh orang yang tersakiti kepada orang yang berbuat salah dan tersambungnya kembali tali yang putus (hubungan yang terputus) akibat kesalahan, jarak ataupun tempat dengan berlapang dadanya orang yang tersakiti.
           Dalam hal ini, dijelaskan dan dipertegas dalam satu contoh teladan di dalam Al Qur’an surat An-Nur : 22, yaitu salah satu riwayat yang tertulis di dalam Kitab Tafsir “Marah Labiid” Tafsir an-Nawaawi karya dari Imam Nawawi Al Bantani, Banten Rahimahu allah :
Ada Seorang yang bernama Mastoh, dia adalah Anak bibi (saudara sepupu) dari Abu Abakar Ash-Shiddiq, seorang yatim dan juga Faqir Muhajirin yang kesehariannya dibantu ekonominya oleh Abu Bakar As-Shiddiq, namun suatu ketika Mastoh ikut-ikutan memfitnah (menyebarluaskan berita bohong) terhadap siti ‘Aisyah ra. (adalah Anak dari Abu Bakar yang juga isteri Rasulullah saw.) maka ketika Abu bakar As-Shiddiq mendengar dan mengetahui berita itu, kemudia beliau Abu Bakar marah dan bersumpah untuk tidak lagi memberi bantuan kepada Mastoh. Dalam waktu bersamaan turunlah ayat Surat An-Nur : 22 kepada Rasulullah saw. yang berisi Allah melarang Abu bakar untuk sakit hati dan kecewa, sehingga luluhlah hati Abu Bakar sehingga kemudian beliau berlapang dada dan memaafkan kesalahan Mastoh.
ولا يأتل اولوا الفضل منكم والسعة اَنْ يُؤْتوُا اولى القربى والمساكين والمهاجرين فى سبيل الله وليعفوا وليصفحوا الا تحبون ان يغفراللهُ لكم
واللهُ غَفُورٌ رَحيْمٌ (٢٢)
22. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang], Al Qur’an surat An –nur : 22

        Yang terakhir adalah do’a yang terucap dalam rangkaian Halal bihalal : Minal ‘aaidiena wal fa izein.
Dari segi bahasa minal ‘aaidien berasal dari akar kata ‘aada – yauudu- awdan yang berarti kembali ditambah dengan penghubung min bermakna (semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali, “ maksudnya adalah kepada fitrah atau kesucian dan agama yang benar.
Sedangkan Wal fa izien asal dari akar kata fawz, atau faaza-yafuuzu fauzaan, yang berarti “beruntung atau keberuntungan” keberuntungan apa yang kita harapkan? dari beberapa penjelasan Al Qur’an keberuntungan yang dimaksud adalah yang mengandung makna semoga kita mendapatkan pengampunan dan Ridha dari Allah swt, sehingga kemudian kita  akan menerima nikmat dan surga-Nya.
     Karena Allah telah mengajarkan kepada kita umat islam, apabila kita telah berhasil dalam usaha, selesai melaksanakan suatu aktifitas, maka sebaiknya harus di tutup dan di ikuti dengan do’a kehadirat Allah yanga Maha Mendengar.
Kira-kira pantaskah kita pada hari raya idul fitri mengharapkan menjadi orang yang suci, kembali ke asal kejadian manusia yang mendapatkan kebahagiaan dan Ridla Allah, sebagaiman bayi yang baru lahir? Jawabannya adalah sangat pantas bagi orang-orang yang sebulan penuh beribadah puasa berusaha mengendalikan diri dan jiwanya untuk dekat dengan Allah serta tidak juga lupa terhadap kewajiban-kewajiban yang lainnya. Namun bagi orang yang tidak bersungguh-sungguh untuk beribadah puasa bahkan mungkin dengan sengaja membiarkan nafsu dn perasaannya untuk tidak puasa, maka bagi orang-orang yang seperti ini kurang pantas untuknya.  Wallahu a’lamu bis showab.
         Oleh Nur Haries Ibnu Misbach

Referensi :
1. M. Quraish Shihab, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan, Penerbit MIZAN, 1999 Bandung.                                                                                      
2. Imam Nawawi, Tafsir Marah Labid, Tafsir An-nawawi, Al Bantani, Maktabah Al Hidayah Surabaya.
3. Imam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadh Al Shalihin, PT. Karya Toha Putera Semarang.

BERBAKTI DAN HORMAT TERHADAP KEDUA ORANG TUA

A.     Kewajiban berbakti 

Salah satu amaliyah atau amalan pekerjaan yang mulia dan hukumnya wajib dilaksanakan oleh seorang anak terhadap kedua orang tuanya adalah berbakti (berbuat baik) dan hormat terhadap kedua orang tua kita, selama keduanya taat kepada Allah swt.
Kenapa seorang anak harus berbakti kepada kedua orang tua?jawabannya adalah Al qur’an dan al hadits telah memerintahkannya, di dalam surat Al isra’ (Bani Israil) ayat : 23-24 Allah telah mewajibkan kepada kita untuk berbakti kepada kedua orang tua kita :
وَقَضَىرَبُّكَ أَلاتَعْبُدُوا إِلاإِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَأَحَدُهُمَا أَوْكِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُل ْلَهُمَا قَوْلاكَرِيمًا(٢٣)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepadamereka perkataan yang mulia.
Dilanjutkan dalam ayat berikutnya, seorang anak harus dan wajib hormat dan rendah diri terhadap kedua orang tuanya, :
وَاخْفِض ْلَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا(٢٤)
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".   
     Mengucapkan kata Ah, hus (iih)kepada orang tua tidak diperbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.                                                                                    
      Disini telah jelas, kewajiban pertama dan utama setelah mengesakan dan beribadah kepada Allah swt.adalah berbakti dan hormat terhadap kedua orang tua.                       
Di dalam Al Qur’an, kata ihsanan( (إحساناdigunakanuntuk tujuan dua (2) hal, yang pertama adalah memberi nikmat dengan pihak lain, dan kedua perbuatan baik, karena itu kata ihsan lebih luas dari sekedar memberi nikmat atau nafkah. Bahkan memiliki makna yang lebih tinggi dan dalam dari pada kandungan makna adil, karena adil sendiri adalah mempelakukan orang lin sama dengan perlakuannya kepada anda, sedang ihsan, memperlakukannya lebih baik dari pada perlakuannya terhadap anda.               Adil adalah mengambil semua hak anda dan atau member semua hak orang lain, sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil (bagian kita).
    Al Qur’an menggunakan kata penghubung ( ب ) bi ketika berbicara tentang baktikepada ibu bapak (وَبِا لْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا) , padahal bahasa membenarkan penggunaan (    لي) li yang berarti untuk dan ( إلي ) ila yang berarti kepada untuk penghubung kata itu.                        
     Menurut para pakar bahasa, kata (إلي ) ila mengandung makna jarak, sedang Allah tidak menghendaki adanya jarak, walau sedikit dalam hubungan antara anak dan orang tuanya. Anak selalu harus mendekat dan merasa dekat kepada ibu bapaknya, bahkan kalau bisa, dia hendaknya melekat kepadanya, dan karena itu digunakan kata (ب) bi yang mengandung arti (إلصاق)ilshaq, yakni kelekatan. Karena kelekatan itulah makanya bakti yang dipersembahkan oleh anak kepada orang tuanya, pada hakikatnya bukan untuk ibu bapak, tetapi untuk diri sang anak sendiri. Itu pula sebabnya tidak dipilih kata penghubung lam (li) yang mengandung makna peruntukan.                                                                                                                         Bagaimana caranya untuk berbuat baik terhadap kedua orang tua kita, caranya adalah ucapan kita, cara berbicara anak kepada kedua orang tua harus dengan lemah lembut tidak seperti kalau kita ngomong atau bercakap-cakap dengan teman main kita, apabila mereka menyuruhuntuk berbuat sesuatu maka kita juga harus dengan cepat memenuhinya tanpa adanya rasa jengkel dan marah. Bagaimana kalau orang tua kita menyuruh untuk berbuat sesuatu yang dilarang oleh agama?Cara kita menolaknya juga harus dengan cara yang bijak dan lembut, bukan dengan kata-kata yang kasar dan tidak enak bila didengarkan.                                                                                    
Ini terkadang terjadi di dalam kehidupan kita, apabila orang tua kita sudah sampai pada usia tua, kakek-kekek atau nenek-nenek kita tidak bisa sabar menghadapinya, padahal disini kita diperintahkan harus dengan sabar dan penuh perhatian untuk melayani dan menyayangi keduanya.                                               
        Bagaimana bila kedua orang tua kita memerintahkan kepada anak-anaknya untuk berbuat dosa dan maksiat, maka kita juga harus menolaknya dengan cara yang baik dan lemah lembut, dijelaskan pula di dalam Surat Luqman Ayat : 15 :

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْم ٌفَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيل َمَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم ْفَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٥) 

15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, MakaKuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Tidak boleh bagi kita untuk semena-mena ataupun kasar terhadap keduanya, walupun mereka tidak seagama dengan kita misalnya, tetapi Allah menyuruh kepada kita untuk berbuat yang terbaik.                                                                   
Memang tidak mudah bagi kita (orang tua) sekarang ini dalam mendidik dan membimbing anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa di era globalisasi seperti sekarang ini, akibat derasnya arus teknologi informasi, seolah-olah kita(anak-anak kita) harus menerima dan melihat seuatu yang seharusnya tidak kita lihat dan amati,  sehingga menjadikan tumpang tindihnya budaya bangsa sendiri dengan budaya bangsa barat terkadang orang tua menghendaki untuk menuju ke arah timur , anaknya maunya ke arah barat, kita menghendaki anak kita untuk melanjutkan studinya (belajarnya) ke pesantren tetapi anak kita maunya ke sekolah umum, berpakaiannya pun maunya seperti pakaian yang dipakai oleh model sinetron, artis-artis, bintang Hollywood, kenapa terjadi seperti ini. Kondisi yang seperti ini tidak lain adalah karena kurang care (perhatian) kita (sebagai orang tua dalam membimbing dan mengarahkannya. 
Kondisi yang terjadi sebagian masyarakat di Jakarta (hubungan anak dengan orang tuannya) adalah contoh yang kurang baik untuk dijadikan barometer dalam hal berbuat baik dan hormat terhadap kedua orang tua, sering terjadi ucapan anak dan cara menyampaikan sesuatu kepada orang tuanya dengan gaya bahasa yang maaf, tidak sopan (tidak etis), walaupun tidak menutup kemungkinan kondisi di sebagian daerah-daerah juga ada yang sama, namun di daerah ada kelebihan, yaitu masih memiliki budaya daerah masing-masing yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada di masyarakat itu.                                                                                                  
Kalau anak sudah berusia baligh atau seusia menjelang SMP sudah sulit bagi orang tua untuk merubah pola pikir dan cara yang diikuti oleh anak-anak kita. Lalu dari dari kapan kita harus mulai mengarahkan anak supaya menjadi anak yang mau dekat dengan agama dan Rasulnya?harus dimulai dari sedini mungkin, yaitu semenjak terlahir anak itu, Nabi SAW. memberi contoh dan mengajarkan kepada kita, apabila anak kita telah lahir, maka yang pertama sekali kita lakukan sebagai orang tua adalah mengadzani di telinga kanan, dengan tujuan supaya anak itu yang pertama kali di dengar adalah kalimah Tauhid dan  keagungan Allah swt.                                    
Keteladanan islami harus berusaha diciptakan di dalam rumah, kalau orang tua sholat anak kita juga harus diajak sholat, orang tua ke masjid sholat berjama’ah, maka anak kita juga harus diajak ke masjid, bukannya anak kita dibiarkan bermain-main dengan gamenya, asyik dengan tontonan TVnya, bahkan membiarkan anak-anak kita asyik ngobrol dengan pacar dan teman-temannya. Kalau ini yang terjadi dan terus berjalan maka anak merasa tidak ada yang membimbing dan memimpintidak ada figure pemimpin  yang bisa diiukuti di dalam rumah kita, sehingga anak akan sulit untuk taat dan mengikuti arahan dari orang tua.

B.      Kewajiban hormat terhadap Ibu dulu, Bapak kemudian.
Ternyata Rasulullah saw. memerintahkan berbakti dan menghormati kepada kedua orang tua kita dengan seorang Ibu yang melahirkan kita yang harus diutamakan, setelah itu baru seorang bapak, sabda nabi saw.   
    
حديث أبي هريرة رضي الله عنه قالَ: جاَءَ رَجُلٌ إلى رسُولِ الله صلى الله عليه وسلم, فقال: ياَرَسُولَ اللهِ مَنْ أحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: أُمُّكَ قال: ثمّ مَنْ ؟ قال: أُمُّك قال: ثمَّ مَنْ ؟ قال: أُمُّك قال: ثمّ مَنْ ؟ قال: أبُوْكَ."

     Dari Abu hurairah r.a. berkata : telah dating di hadapan Rasulullah seorang lelaki, kemudian bertanya kepada Rasulullah saw. : Ya Rasulullah saw. siapa manusia yang lebih berhak untuk aku hormati ? Nabi saw. menjawab : Ibumu, kemudian siapa lagi ? Nabi saw. menjawab : Ibumu, kemudian siapa lagi ? Nabi saw. menjawab : Ibumu, kemudian siapa lagi ? nabi mnejawab : Ayahmu. HR. Bukhari.

      Makanya Ulama kita mengajarkan untuk sungkem dan mencium tangan orang tua dan guru yang mendidik kita, supaya apa yang diajarkan kepada kita terasa dan masuk dalam sanubari kita, hingga terjalin hubungan yang sangat dekat dan tidak ada jarak antara anak dan orang tua atau Ulama, Guru dengan santri, (muridnya). Kalau kita mau menyampaikan sesuatu kepada Ibu kita, harus dengan cara yang sopan, lemah lembut dan tidak menyakitinya, sehingga Ibu kita menjadi tambah sayang dan dekat dengan kita.                                                     Salah satu alasan bagi kita mengapa harus berbuat baik terhadap kedua orang tua, terutama terhadap ibu yang diutamakan adalah disebutkan di dalam Al Qur’an surat Luqman Ayat 14 :

وَوَصَّيْنَاالإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًاعَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ(١٤)

14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Logikanya kalau kita sebagai anak, selalu ingat akan payah dan beratnya pengorbanan ibu ketika mengandung dan menyusui kita, sesudah terlahir mereka (kedua orang tua ) khususnya Ibu merawat dan mendidik kita dengan sangat sayang dan sabar, apabila kita sadar dengan itu, maka  mungkin kita tidak akan berani dan semena-mena dengan orang tua. Sudah sangat wajar dan seharusnya kalau kita harus berbakti dan hormat terhadap keduanya.                                         
Bagaimanan kalau kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga namun anak-anak kita masih belum mau mengikuti ajakan baik kita, tentu kita tidak boleh berputus asa, karena masih banyak cara dan strategi yang harus kita usahakan untuk pendidikan dan kebaikan anak-anak kita, dan ini adalah UNTUK MASA DEPAN KITA JUGA., disamping kita berusaha dengan sekuat tenaga dan seluruh kemampuan kita untuk membimbing dan mengarahkan anak-anak kita, tentu juga harus diikuti dengan do’a (bermunajat setiap habis sholat maktubah atau bahkan bangun malam dengan tenang dan keikhlasan di dalam Tahajjud) kita do’akan anak-anak kita supaya menjadi  waladun sholihun yad’uu lahu. 
         
C.        Berbakti terhadap kedua orang tua adalah termasuk berJIHAD               

       Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan, seperti bunyi ayat 18, dalam surat Al Anbiya’ :
                                                                                                                             
بَلْ نَقْذِفُ بالحقِّ على الباطِلِ فيدْمَغُهُ فإذا هُوَ زَاهِقٌ ولكُمْ مِمَّا تَصِفُوْنَ ( الأنبياء :١٨ )
“ Sebenarnya kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaan bagi kamu menyifati (Allah dengan sifat yang tidak leyak).                                  
Tetapi hal itu tidak bisa berjalan dengan sendirinya , kecuali dengan perjuangan. Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh.
       Istilah Al Qur’an untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad, sayangnya istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya.
Kata Jihad terulang dalam Al Qur’an sebanyak empat puluh satu kali dengan berbagai bentuknya.Menurut Ibnu Faris (w.395 H) dalam bukunya Mu’jam Al-Maqayis Fi Al-Lughah.”semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya.”
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti “letih/sukar” Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan.Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata “Juhd” yang berarti kemampuan”.Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan.
Jihad menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi member semua yang dimilikinya .ketika memberi, dia tidak berhenti sbelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
Dan yang terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilakukan demi Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi. Berulang-ulang Al Qur’an menegaskan redaksi fi sabilillah (di jalan-Nya), bahkan di dalam Surat Al Hajj : 78 Allah memerintahkan :
وَجَاهِدُوافِي اللَّهِ حَقّ َجِهَادِهِ.............
Berjihad di (jalan) Allah dengan jihad sebenar-benarnya.”

Berjihad untuk berbakti terhadap kedua orang tua

       Dengan pengertian jihadluas itu, lebih-lebih Nabi saw. pernah juga menjelaskan dalam salah satu hadisnya, ketika beliau di tanya salah satu sahabat setelah terjadinya perang Badar, maka Nabi menjawab : Sesungguhnya Jihad yang paling besar dan berat adalah Jihadun nafsi, yaitu jihad melawan hawa nafsu buruk yang terdapat di dalam diri semua manusia dan selalu mengajak kita menuju maksiat.
Maka dari itu pula, termasuk salah satu bentuk jihad adalah berbakti dan hormat terhadap kedua orang tua, Nabi saw.bersabda :

حديث عبدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رضِيَ الله عنهُمَا جاء رَجُلٌ إلىَ النّبِيّ صلّى الله عليه وسلم فَاستَأْ ذَ نَهُ فِي الْجِهَادِ فقَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَكَ ؟ قال: نعَمْ قال: ففِيْهمَا فجَاهِدْ".

Dari Abdullah ibnu Umar r.a. : telah datang seorang lelaki kepada Nabi saw. yang meminta idzin kepada beliau untuk berjihad, kemudian Nabi saw. bersabda dan bertanya kepada lelaki itu: apakah kedua orang tuamu masih hidup? Lelaki itu menjawab : Ya, Nabi saw. beliau berdua masih hidup, maka Nabi bersabda : berjihadlah untuk berbakti kepada kedua orang tuamu.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, hormat dan berbakti terhadap kedua orang tua adalah termasuk bentuk jihad fisabilillah.”
Mudah-mudahan kita semua termasuk ke dalam anak-anak (orang-orang) yang berbakti dan hormat terhadap kedua orang tua kita, Amiiin.Wallahu a’lau bis shawab.
                                                                             Oleh : Nur Haries ibnu Misbach
 
 
Referensi :
Al Qur’anul karim, Ayat pojok,Menara Kudus.
Muhamad Fuad Abdul Baqi, Al Lu’lu wa Al marjan, Darul hadits, Kairo 2007.
M. Quraish Shihab, Tafsir AL Mishbah, Jakarta Lentera Hati 2004
M.Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Tafsir maudhu’i atas pelbagai persoalan ummat, PT Mizan, Bandung 1996.

Minggu, 29 Juli 2012

SYUKUR DAN QONA'AH adalah menerima Siapa & Apa adanya diri kita

Mungkin kita ini adalah termasuk orang yang miskin benda, kurang baik dalam nasib, orang lain mengatakan pas-pasan atau apalah pandangan orang terhadap diri kita, apalagi kalau kita melihat orang lain yang lebih dari kita baik dari segi fisik, materi, kekayaan, jabatan, status sosial, keturunan adalah kita termasuk orang kecil (kelas bawah) boleh dibilang.
Namun dibalik itu semua di dalam diri manusia, siapapun dirinya terdapat satu kesamaan yang tidak terbantahkan, yaitu sama-sama memeiliki hak dan kewajiban sebagai makhluk hidup yang mandiri (individu) dan bermasyarakat (sosial).
Ada juga dari beberapa saudara kita secara ekonomi dan status sosialnya tinggi, rumahnya banyak, bergelimang kendaraan mewah, perusahaannya di mana-mana, atau tidak banyak rumahnya tetapi rumahnya hanya satu  luas dan terbilang waah, gajinya per bulan puluhan hingga ratusan juta, namun ternyata belum mampu menikmati dan mensyukuri apa yang telah diberikan oleh sang pencipta, sehingga kehidupannya masih saja belum ada ketenangan dalam hatinya, sering gelisah, masih banyak kemauannya yang ini dan itu, tetangganya membeli sesuatu yang baru dan trend, dia dengan mudahnya iri ingin memilikinya dan bahkan kalau bisa membeli benda yang lebih dari tetangganya itu, inilah proses nafsu ammaarah bergejolak dan apabila hati tidak mampu membentenginya, maka yang terjadi adalah keresahan dan kegundahan terus menerus.
Maka dari itu sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah di dunia ini kita wajib mensyukuri terhadap anugerah rahmat, nikmat, dan 'inayah -Nya kalau diri kita hendak mendapat label 'abdan syakuuran.
Selain bersyukur kita juga mempunyai tugas untuk yang lain terhadap apa-apa yang telah dianugerahkan kepada kita semua, yaitu Qana'ah adalah kita sebagai hamba Allah yang mukmin tentu harus pula menerima dengan sepenuhnya (dengan ikhlas) terhadap rizki ataupun nikmat yang telah kita terima berapapun besar kecilnya, tidak boleh menggerutu dengan kekurangan ataupun keterbatasan nikmat yang telah kita terima.

DUNIA YANG SUDAH BEGINI ADANYA

Bagi sebagian masyarakar tertentu, sekarang ini adalah era globalisasi yang mutakhir dan berlabel digital, mulai dari kemudahan berkomunikasi dengan hand phone yang beraneka ragam teknologinya, dunia komputer yang semakin tinggi aplikasinya, media informasi yang sangat cepat dan mudah diterima oleh seluruh kalangan.  Di satu sisi kondisi yang demikian ini adalah positif untuk kemajuan dan membantu dunia pendidikan dalam mengembangkan dan menyampaikan tujuan semula, yaitu menghilangkan kebodohan dan buta tulis baca.
Namun dalam perspektif kami, ada beberpa hal yang menjadi tantangan dan hambatan tersendiri dengan pesatnya kemajuan teknologi itu, ini tentu berdasarkan pengalaman dan kenyataan di lapangan, bukan hanya analisa dan omong belaka.
Ternyata dari sekian banyak kegagalan dan tidak seriusnya anak-anak usia belajar dalam menekuni pelajaran (menuntut ilmunya), baik yang mengikuti pendidikan formal maupun non formal adalah dikarenakan adanya kemajuan teknologi itu sendiri.
Masih banyak anak-anak usia belajar yang mudah belok ke arah hal-hal yang tidak positif dari pada dia serius mengikuti nuraninya yang hendak mengarahkan ke cara-cara yang sesuai dengan proses belajar yang sesungguhnya. 
Faktor utama adalah karena banyaknya fasilitas bermain dan mudahnya akses multimedia dengan berbagai variannya, membuat mereka mudah terlena dan akhirnya tidak mampu mengendalikan kata hatinya supaya menjadi anak didik yang bisa membagi waktu, kapan harus belajar dan kapan pula harus bermain dan bermain-main. sehingga banyak diantara mereka yang mengejar sesuatu hal dengan cara instan dan lupa akan sebuah proses.
Proses sebenarnya adalah merupakan kata kunci bagi semua anak-anak usia belajar, apabila ingin berhasil dan mampu menggapai cita-cita hidup bermartabat.
Kita ambil contoh media-media yang dengan mudah mempengaruhi mental dan jiwa anak-anak kita adalah siaran televisi, dari sekian banyak televisi swasta, ternyata belum ada yang mampu memberikan sumbangsih atau menampilkan program (acara) yang bernilai pendidikan dan pengetahuan, bahkan cenderung mengajarkan kepada masyarakat untuk berperilaku individualistik dan tidak mengajarkan kepada proses pencapaian suatu keberhasilan.
memang ada program-program yang menampilkan hal-hal yang mendidik dan mengajarkan suatu proses, tetapi prosentasinya sangat minim sekali, sehingga seolah-olah hanya menjadi acara pelengkap.
Tentu kita harus memberikan apresiasi yang lebih terhadap program siaran yang di tampilkan oleh TV pemeritah (TVRI), walaupun sebagian masyarakat menganggapnya terbelakang atau tertinggal dengan tv-tv swasta yang lain, namun kalau kita mau jujur hanya TVRI lah yang masih berkomitmen terhadap program-program yang menampilkan acara-acara yang mendidik dan memberikan wawasan kebangsaan yang nasionalis serta masyarakat yang agamis.
Contoh lain adalah dari media online (internet) yang banyak memberikan informasi-informasi pengetahuan dan dunia pendidikan, walaupun tak sedikit juga internet menyediakan conten-conten yang bernilai buruk atau negatif, tergantung mana yang akan kita pilih apakah conten yang mendidik atau conten yang negatif yang kita akses.
Namun dari beberapa survei ternyata anak-anak kita masih banyak sekali yang bergelut dengan dunia maya, setiap hari on line di depan komputer, namun yang di akses adalah conten-conten yang negatif dan tidak mendidik, seperti facebook, game on line, dan situs-situs pornografi.
Dengan kenyataan yang masih jauh dari harapan menuju masyarakat yang cinta terhadap dunia pendidikan dan budaya nasional, maka kita semua perlu introspeksi diri dengan memulai dari dalam rumah kita, apakah kita sudah bergerak, berbuat sesuatu untuk tujuan proses pendidikan jangka panjang anak-anak didik kita ?
Tentu kita harus berani memberikan batasan-batasan yang jelas terhadap menu-menu dan acara-acara yang di tonton oleh anak-anak kita, demi kebaikan dan kemaslahatan kita bersama. Wallahu a'lamu bis showab!!!